Wajar Atau Tidak

Bookmark and Share
Tak tahan menghadapi gejolak seks, seorang yang kesepian terkadang menyalurkan kebutuhan seksnya dengan masturbasi menggunakan alat bantu seks. Tapi, suami-istri normal pun memanfaatkan alat bantu seksual dari penjual alat bantu seks sebagai selingan.

Sebut saja namanya Mr. Al, seorang manajer yang baik dan banyak disukai teman-teman kerja wanita maupun pria. Mr. Al memang layak disukai dan dijadikan teman sejati, karena selalu ringan tangan membantu siapa saja yang memerlukan bantuan, sekadar nasehat, atau sapaan ramah di tengah kesibukan kerja di kantor. Dan belakangan ini, keistimewaan Mr. Al bertambah lagi. Bagi sebagian besar pria teman sekantornya, ia dianggap sebagai tipe suami yang baik dan setia. Sementara bagi teman-teman kerja wanita, masih menjadi perbincangan hangat, apakah kebiasaan Mr. Al itu wajar atau tidak. Normal, atau penyakit?
Kenapa? Karena Mr. Al, pembaca, sudah mengakui kepada teman-teman kerjanya, bahwa ia lebih memilih melepaskan hajat seksualnya dengan menggunakan vagina karet atau alat bantu seks pria, saat ia harus berminggu-minggu memenuhi tuntutan tugas ke luar kota maupun mancanegara. Maklum, ia memang jenis suami yang tidak suka menggunakan jasa PSK (bersama 14,51 % pengakses), tidak berani selingkuh dengan teman kerja atau kenalan wanita lainnya, tapi selalu kesulitan menahan hasrat seksnya apalagi bila berjauhan dengan sang istri (bersama 35, 48 % pengakses). Artinya, vagina karet atau alat bantu seks wanita dari penjual alat bantu seks memang telah menolong Mr. Al, memuaskan kebutuhan seks alamiahnya, tanpa ia harus dibebani rasa bersalah karena telah berkhianat atau cemas karena kemungkinan ditulari penyakit akibat seks bebas.

Dan pilihan Mr. Al, bagi 29,03 % pengakses, adalah lebih baik ketimbang Mr. Al pergi ke wanita lain. Demikianlah jawaban yang didapatkan para pengakses dari pasangan mereka (komentar istri dan pacar). Para pengakses ini meliputi tingkat pendidikan S1, S2, dengan tingkat penghasilan di antara Rp 2 juta – Rp 5 juta dan juga di atas Rp 5 juta, dengan status lajang maupun sudah menikah. Kenyataan mana bisa disinyalir, sebagai indikasi bahwa perilaku selingkuh atau kebiasaan pergi ke PSK bagi para pengakses, agaknya sudah menjadi persoalan keseharian. Bisa dialami atau dilakukan dan menimpa siapa saja, namun setiap kali masih dipertentangkan dengan ukuran moral: salah atau benar.

Tapi masalah lain yang lebih konkret bagi para pengakses adalah, bahwa penggunaan alat seks, memang relatif aman dari penyakit fisik, bila alat seksual yang digunakan selalu dalam keadaan steril, dibersihkan dan dijaga dengan baik. Dari berbagai penelitian, yang menjadi perhatian justru efek penyakit mental (bukan moral), ketika penggunaan alat bantu seks sudah menjadi ketergantungan dan mempengaruhi cara pandang si pelaku terhadap pasangan, lawan jenis, atau hubungan seks itu sendiri. Misalnya, karena sudah kecanduan, Mr. Al nantinya tetap saja menggunakan vagina karet atau alat bantu seksual di rumahnya, padahal ia baru saja berhubungan intim dengan sang istri.

Atau karena dengan mudah mendapatkan vagina karet atau alat bantu seks pria, vibrator atau alat bantu seks wanita atau boneka seks, seseorang (boleh jadi lajang sukses di perkotaan) kemudian menghindari pergaulan normal dengan pasangan seks. Lalu, lebih memilih kehidupan seks bersendirian dengan memanfaatkan beragam alat seks atau alat seksual yang serba canggih, yang secara moral tentu saja boleh jadi “lebih ringan”, karena hanya dihadapi sendirian. Ketimbang si lajang sukses, misalnya, harus menanggung beban moral terhadap pasangan yang tidak disentuhnya atau dianggapnya kurang memuaskan.

http://cyberman.cbn.net.id/

Dukung Kampanye Stop Dreaming Start Action Sekarang

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

Powered By Blogger