Mana lebih hebat: Rajin atau cerdas?

Bookmark and Share

Mana lebih hebat: Rajin atau cerdas?

Suatu siang dalam liburanku di rumah kakek, aku menghampirinya dan bertanya.

“Menurut Kakek lebih hebat yang mana, menjadi cerdas atau menjadi rajin?”

Kakek meletakkan surat kabar yang ia baca, kemudian menatapku melewati kaca mata
plusnya yang tebal.

“Apa itu cerdas?” tanyanya.

“Pandai berpikir.” jawabku.

Kakek mengangguk. “Lalu apa itu rajin?”

“Suka bekerja.” jawabku lagi.

“Kemarilah.” Ia melambaikan tangan agar aku duduk di sisinya. Aku mendekat dan
duduk di kursi di sampingnya. Melihat dari dekat wajah kakek yang diukir guratan usia
tua, dibingkai sepasang mata teduh yang menyimpan selaksa kebijaksanaan.
“Nah, sekarang katakan, apa yang kau naiki kemarin waktu menuju ke rumah kakek?”

“Mobil.”

“Benar, mobil. Apa yang membuatnya bergerak?”

“Mm… Roda.”

“Apakah roda hanya dapat melaju lurus ke depan?”

Aku menggeleng. “Tidak, roda dapat berbelok-belok. ”

“Mengapa demikian?”

“Karena ada kemudinya.” Jawabku lagi. Masih tak memahami apa hubungan semua ini
dengan pertanyaanku tadi.

Kakek tersenyum.

“„Roda‟ adalah „rajin‟, karena ia selalu bergerak. Itulah kewajibannya, pekerjaannya,
tugas yang harus selalu ia lakukan.
„Kemudi‟ adalah „cerdas‟, karena ialah yang berpikir, menentukan kemana roda harus
berbelok, ke kanan, atau ke kiri.”

“Berarti „cerdas‟ lebih hebat, karena tanpa kemudi, roda tak dapat mengerti kemana harus
mengarahkan lajunya!” Aku berseru.

“Begitukah? Jika tak ada roda apakah ia akan tetap hebat? Apa jadinya kemudi tanpa
roda, apakah mobil tetap dapat melaju?” Kakek bertanya.



“Berarti… „rajin‟ lebih hebat. Walaupun tanpa kemudi, ia masih dapat melaju.” sahutku
ragu-ragu.

“Dan membiarkan mobilnya menabrak segala sesuatu, karena tidak mengikuti alur jalan
yang berliku?”

Aku memandang kakek.

“Cucuku… Keduanya tidak akan menjadi hebat, bila berdiri sendiri-sendiri, terpisah,
tanpa mau bergabung.
Karena kehebatan itu hanya muncul bila mereka saling mendukung dan bekerja sama.
Kemudi yang menentukan arahnya, dan roda yang melajukan mobil sesuai tugasnya.”

Kakek menatapku, “Kau tahu, apa yang membuat keduanya bekerja bersama?”

Aku menggeleng.

“Pengemudi mobilnya. Yang mengatur kemudi dan roda agar saling mendukung dan
berjalan bersama. Bagaimana laju mobilmu, halus atau kasar, menabrak atau lancar,
tergantung siapa yang duduk di tempat itu.” jawab Kakek.
“Ia adalah hatimu.” Telunjuknya terarah ke dadaku.
“Yang mengatur lajunya langkahmu. Dengannya kau memilih, apakah hanya menjadi
cerdas, atau hanya menjadi rajin, atau memutuskan mendudukkan keduanya bersisian dan
saling melengkapi satu sama lain.
Secerdas apapun seseorang, sebesar apapun idenya, tak akan berguna tanpa kerja keras
yang mewujudkannya menjadi nyata.
Serajin apapun seseorang, bila itu dilakukan tanpa pemikiran, hasilnya hanya akan
menjadi sia-sia.”

Kakek menatapku dengan bijak.

“Jadi, menurutmu, mana yang lebih hebat, menjadi cerdas atau menjadi rajin?”

“Menjadi keduanya.” Kataku mantap, dengan senyum lebar membalas senyumnya.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

Powered By Blogger