Melihat Pendidikan Kesehatan di Indonesia

Bookmark and Share


Banyak kasus kesehatan di Indonesia sekarang bisa dikategorikan sebagai bom waktu. Salah satunya mengenai masalah Pendidikan Kesehatan yang kurang diseriusi. Salah satu dari tiga pilar derajat kesehatan adalah perilaku sehat.

Timbulnya perilaku sehat, didasari pada pemahaman dalam pendidikan kesehatan yang berasal dari pendidikan. Jadi, tak mengherankan kalau banyak kasus kesehatan yang mencuat sekarang, bisa jadi disebabkan masih rendahnya pendidikan kesehatan yang diberikan pada masyarakat.

Sebuah komunitas bisa dikatakan sehat, apabila telah memenuhi tiga pilar derajat kesehatan. Ketiga pilar tersebut merupakan perilaku sehat, lingkungan sehat, serta pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau.

Perilaku sehat merupakan pilar paling utama. Karena komponen tersebut ternyata sangat berpengaruh pada kedua pilar lainnya. Seperti seseorang dengan perilaku sehat, tentu akan menjaga lingkungannya tetap sehat juga. Dan juga dengan perilaku sehat, seseorang akan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada untuk memelihara kesehatannya.

Namun, pada kenyataannya, di Indonesia hal tersebut seperti bertolak belakang. Peran ilmu pendidikan kesehatan sepertinya tidak terlalu diperhatikan. Akibatnya banyak kasus kesehatan merebak akhir-akhir ini. Yang kalau ditelusuri, sebenarnya berawal dari kurangnya pemahaman masyarakat mengenai kesehatan di sekitarnya. Yang didasarkan pada transfer pendidikan kesehatan mengenai hal ini yang dianggap kurang.

Kurang Terpadu

Hasil penelitian Universitas Sam Ratulangi pada warga Buyat Pante baru-baru ini menunjukkan, bahwa sekitar 72 persen orang di sana tidak mengerti tentang kesehatan lingkungan atau pernah diberitahukan mengenai hal ini. Hasil penelitian ini juga semakin menguatkan asumsi mengenai lemahnya kita menghadapi masalah ini.

Kekurangan ini kemudian makin bertambah parah, saat kita dihadapkan pada kenyataan mengenai sumber daya manusia yang ada. ”Hingga enam tahun terakhir tenaga penyuluh kesehatan yang tercipta hanya sekitar 240 orang. Dan kebanyakan technical assistant, bukan pemain di lapangan seperti yang diharapkan,” tambah Tri.

Selain masalah tersebut, yang paling fatal mengenai hal ini adalah masalah kurang berkesinambungannya program yang dijalankan. Padahal Pendidikan Kesehatan tidaklah bisa diberikan hanya sepotong-sepotong, atau hanya dalam satu waktu yang berbeda. Pemahaman yang baik didapat bila kita terus-menerus mendapatkan transformasi pengetahuan. Dengan cara yang berkesinambungan seperti itulah, banyak kasus kesehatan di negara lain bisa semakin diperkecil. ”Ini juga menunjukkan kurangnya visi preventif dari orang Indonesia,” ucap Tri lagi.

gizi.net

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

Powered By Blogger